Potensi Konflik Lahan Perkebunan Kelapa Sawit

Keywords: konflik lahan, perkebunan, kelapa sawit

Abstract

Potensi konflik lahan di Provinsi Riau 1.972.699 ha yang terdiri dari konflik di kawasan hutan lindung, hutan produksi konversi, hutan produksi terbatas dan kawasan konservasi. Konflik tersebut karena pluralisme hukum antara pemerintah dengan masyarakat, pemerintah dengan koporasi, dan korporasi dengan masyarakat. Konflik tersebut akan semakin bertambah seiring dengan meningkatnya kebutuhan lahan oleh masyarakat untuk kepentingan ektensifikasi lahan perkebunan kelapa sawit. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan konflik lahan yang terjadi berdasarkan status kawasan, pola ruang, perizinan dan pemanfaatan lahan untuk perkebunan kelapa sawit serta pihak yang terlibat didalamnya. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan melakukan overlay berbagai peta. Hasil overlay selanjutnya ditabulasi dan didiskripsikan berdasarkan kriteria peta konflik. Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan peta tutupan lahan, konflik lahan perkebunan mencapai 51,19% dan pertanian lahan kering campur semak termasuk didalamnya perkebunan kelapa sawit rakyat 40,42%. Kesimpulan bahwa potensi konflik lahan terbesar berada lahan perkebunan kelapa sawit baik yang dikuasai korporasi maupun mayarakat sebagai perkebunan kelapa sawit rakyat sehingga sulit mendapatkan legalitas lahan.

References

Astuti, P. 2011. Kekerasan dalam konflik agraria: Kegagalan negara dalam menciptakan keadilan di bidang pertanahan. http://ejournal.undip.ac.id/index.php/foru m/article/download/3158/2834. Diakses 16 Mei 2018.

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Yogyakarta. Kanisius.

Aronoff, S. 1989. Geographic Information Systems: A Management Perspective. WDL Publications. Ottawa.

Barus, B., dan U.S. Wiradisastra. 2000. Sistem Informasi Geografi Sarana Manajemen Sumberdaya. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Colchester, M., dan S. Chao. 2011. Ekspansi kelapa sawit di Asia Tenggara. http://www.forestpeople.org Diakses 15 September 2018.

FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. FAO Soil Bulletin 52. Soil Resources Management and Conservation Service Land and Water Development Division. https://www.google.co.id/search?q=walhi+nasional&oq=Walhi&aqs=chrome.3.0l4j69i60j0.4657j0j8&sourceid=chrome&ie=UTF-8 Diakses 11 September 2018.

Instruksi Presiden No. 8 Thn 2018 Tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit.

Larson, A.M. 2012. Tenure rights and access to forests: A training manual for research. CIFOR. Bogor.

Mutolib, A., Yonariza, Mahdi, and H. Ismono. 2015. Local resistance to land grabbing in Dharmasraya District, West Sumatra Province. Paper presentedat The International Academic Conference Land Grabbing: Perspectives from East and Southeast Asia 2015, Chiang Mai University, Thailand, June 5-6, 2015.

Moleong, L.J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Peraturan Kepala BPN RI No.3 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.

Peraturan Presiden No.9 Tahun 2016 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Satu peta Tingkat Ketelitian Skala 1: 50.000.

Prahasta, E. 2003. Sistem Informasi Geografis: ArcView Lanjut ‘Pemrograman Bahasa Script Avenue’. Bandung: Penerbit Informatika Bandung.

Prahasta, E. 2006. Membangun Aplikasi Web-based GIS dengan Map Server. Bandung: Bandung Informatika.

Rayes, L. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.

Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.

Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Undang-undang No. 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan.

Published
2019-01-30
How to Cite
Mustofa, R. and Bakce, R. (2019) “Potensi Konflik Lahan Perkebunan Kelapa Sawit”, Unri Conference Series: Agriculture and Food Security, 1, pp. 58-66. doi: 10.31258/unricsagr.1a8.